Dampak Globalisasi Terhadap Perkembangan Pemuda-Pemudi Indonesia
Globalisasi. Tentu kita semua tidak asing dengan kata ini
pada zaman sekarang. Kata seringkali disebut sebagai pemicu berkembangnya kehidupan
di era modern ini. Globalisasi disebabkan meningkatnya intensitas interaksi
antar individu, kelompok, maupun negara. Globalisasi berdampak pada
tereksposnya suatu negara terhadap negara lain. Sekat-sekat privasi perlahan
mulai menghilang. Dunia yang sekarang menjadi negara yang lebih bebas. Anda dapat
mengakses informasi apapun tentang siapapun selama itu terdapat di internet. Bahkan
berkat teknologi yang maju, beberapa negara maju seperti AS dan Jepang seakan
peradabannya lebih maju beberapa tahun dibanding negara lain.
Dampak globalisasi pun turut dirasakan Indonesia. Kita dapat
melihat contoh dalam kehidupan sehari-hari. Berkat teknologi yang semakin maju
dan budaya yang turut tercampur dengan negara-negara barat turut mempengaruhi
perkembangan mental pemuda atau bahkan anak-anak di Indonesia terutama di
kota-kota besar seperti Jakarta. Dahulu kala tahun 90an dimana ketika itu saya
masih anak-anak, permainan yang saya mainkan bersama teman-teman adalah petak
umpet, gobak sodor, bentengan, kelereng dan lain-lain. Permainan-permainan yang
menurut saya tak hanya memberi kepuasan tersendiri, namun juga menambah
solidaritas pertemanan. Namun seiring globalisasi yang kian marak, turut pula
mempengaruhi perkembangan pemuda di negeri kita ini. Contohnya dengan semakin
berkembangnya teknologi dalam bidang telekomunikasi membuat maraknya handphone
dengan teknologi mumpuni dengan harga selangit. Seyogyanya, penggunaan
teknologi itu disertai dengan kebutuhan serta keadaan ekonomi yang seimbang. Dari
yang saya amati, sudah banyak anak anak sekolah dasar yang tak layak diberi
handphone karena dapat membahayakan dirinya justru dibelikan oleh orang tua
nya. Tentu saja maksud orang tua mungkin agar dapat menghubungi anaknya dengan
mudah. Namun, konsekuensinya justru jauh lebih besar dibanding manfaatnya. Penggunaan
handphone di kalangan usia remaja justru lebih meresahkan. Para remaja yang tak
sepantasnya menggunakan handphone yang harganya terbilang cukup mahal. Di beberapa
negara maju, para masyarakatnya menggunakan handphone sesuai kebutuhannya. Namun
untuk beberapa kalangan di Indonesia, berbanding terbalik. Fenomena yang
belakangan terjadi, handphone atau gadget mewah nan canggih menjadi prestise,
sehingga seakan menyiratkan siapapun pemilik barang mewah tersebut tentulah
mempunya status sosial dan dipandang tinggi oleh teman yang lain. Cara pandang yang
seperti itulah yang menyebabkan budaya konsumtif semakin merebak. Tak ayal,
banyak remaja yang memaksakan keinginannya untuk menggunakan barang mewah hanya
demi tuntutan pertemanan. Hedonisme semakin merajalela. Gaya hidup konsumtif
yang tidak berbanding lurus dengan keadaan ekonomi mulai banyak dialami oleh para
remaja. Mental para pemuda menjadi lemah. Kebanyakan dari mereka hanya menjadi
sekumpulan anak manja yang ingin kemauannya dituruti tanpa harus bekerja keras.
Rasa nasionalisme pun perlahan mulai luntur.
Saya pun turut mengikut perkembangan teknologi
telekomunikasi sekarang sehingga saya memakai handphone yang mau tak mau harus
mengikuti perkembangan zaman karena saya juga tidak mau ketinggalan. Sebenarnya
tidak ada salahnya kita sebagai masyarakat dunia, turut menyambut globalisasi
dengan sukacita namun tetap mencerna atau menerima hanya hal-hal positif saja. Menurut
saya pribadi, setiap budaya tentulah mempunyai hal positif dan tugas kita
sebagai masyarakat adalah dengan memilah hal-hal yang baik menurut norma dan
aturan yang berlaku. Namun di sini, peran media lah yang seharusnya mengarahkan
globalisasi tersebut ke arah yang baik. Contohnya, dibandingkan dengan menyorot
gaya hidup kaum kapitalis di Barat, lebih baik jika menyorot etos kerja budaya
barat yang kita tahu terkenal gigih. Layaknya koin yang mempunyai 2 sisi,
setiap hal pun begitu, mempunyai sisi baik dan buruk dan sudah menjadi tugas
manusia untuk membedakan dan menerapkannya. Kita, manusia sebagai makhluk
sosial tentunya mempunyai kewajiban untuk saling mengingatkan satu sama lain,
sebagai warga negara Indonesia untuk membangun Indonesia melalui berbagai cara
yang salah satunya adalah dengan menguatkan mental pemuda-pemudi Indonesia
sebagai pilar penerus Bangsa Indonesia.
Tiffoni Ceisar
3SA01
17611901
0 comments:
Post a Comment