Kerukunan Umat Beragama (SoftSkill)


Kerukunan Umat Beragama
Makalah Ilmu Sosial Dasar




Tiffoni Ceisar
2SA01
17611901





Bab  I
Pendahuluan

A.      Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui, negara kita tercinta Republik Indonesia ini memliki berbagai macam suku bangsa dan adat istiadat dengan segala keberagamannya. Republik Indonesia juga terdiri dari bermacam-macam agama. Namun hanya 5 agama di Indonesia yang diakui pemerintah, yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Republik Indonesia mempunyai semboyan Bhineka Tunggal Ika yang bermakna berbeda-beda tapi satu jua. Namun dalam penerapannya dalam kehidupan nyata, masih banyak kalangan yang tidak menghargai kerukunan antar umat beragama sehingga menodai persatuan yang seharusnya dimiliki bangsa ini.
B.      Tujuan Penulisan
Dalam makalah ini, saya selaku penulis bermaksud untuk membantu masyarakat untuk setidaknya lebih memahami arti kerukunan antar umat beragama melalui sudut pandang ahli atau tokoh agama dan menurut agama saya sendiri. Semoga para pelaku yang merusak kerukunan umat beragama sadar bahwa hal-hal seperti itu yang merusak persatuan dan kesatuan bangsa ini dan bahwa manusia membutuhkan satu sama lain dah seharusnya saling menghormati agama yang dipeluk.
C.      Rumusan Masalah

1.      Apa pentingnya kerukunan umat beragama ?
2.      Apa yang diperlukan dalam menjaga kerukunan umat beragama ?






Bab  II
Pembahasan

A.      Kerukunan Agama Menurut Para Ahli

Menurut Prof. Dr. Nur Syam, Msi selaku Guru Besar Sosiologi dan Rektor IAIN Sunan Ampel salah satu di antara yang sangat mendasar bagi Kementerian Agama dalam tugas pokok dan fungsinya adalah membangun kerukunan umat beragama. Hal ini dianggap penting sebab tanpa kerukunan umat beragama maka tidak bisa dibayangkan apa yang terjadi dengan Indonesia yang kita cintai ini.
Membangun kerukunan umat beragama adalah bagian dari tugas kemanusiaan. Artinya bahwa membangun kerukunan umat beragama hakikatnya adalah membangun kemanusiaan itu sendiri. Sejarah dunia ini terlalu kelam dengan berbagai konflik bernuansa keagamaan. Memang bukan konflik agama akan tetapi agama selalu menjadi variabel penguat terjadinya kekerasan demi kekerasan yang diatasnamakan agama.
Itulah sebabnya kita semua harus mengapresiasi terhadap semua gerakan untuk mengembangkan kerukunan umat beragama.
Sejarah agama-agama juga tidak selalu menunjukkan wajahnya yang cemerlang, terutama pasca Kenabian. Semua agama memiliki sejarahnya yang bertaburan dengan konflik. Artinya bahwa sejarah agama juga selalu terkait dengan kekerasan, peperangan dan sebagainya. Semua ini tentu menggambarkan betapa pemeluk agama sering menafsirkan agama sesuai dengan levelnya masing-masing. Itulah sebabnya hingga hari ini juga masih dijumpai tindakan terorisme dan kekerasan lainnya yang mengatasnamakan agama.
Agama tentu memiliki wajah yang ambigu. Meskipun pesan dasarnya adalah keselamatan dan perdamaian, akan tetapi juga memberikan peluang untuk melakukan perang jika situasi memang mengharuskannya. Dalam banyak perang yang dilakukan disebabkan oleh pencederaan terhadap kesepakatan dan pengingkaran terhadap perjanjian. Ketika umat Islam berada di dalam situasi mengharuskan perang, maka alternatif itu tentu yang dipilih.
Wajah ambigu agama dalam relasi sosial inilah yang kemudian dimanfaatkan orang untuk menjadi justifikasi atas kekerasan yang dilakukannya. Namun demikian, bahwa pesan perdamaian tentu jauh lebih indah dan benar. Ketika Nabi Muhammad saw harus berperang untuk mempertahankan diri dan umat Islam, maka yang dipesankan adalah jangan lakukan kekejaman, jangan bunuh orang tua, perempuan, orang tidak berdaya, jangan bakar rumah ibadah, lembaga pendidikan dan jangan rusak kebun, tanaman dan sebagainya.
Artinya, bahwa moralitas agama itu dipertahankan sedemikian rupa. Itulah sebabnya Islam dinamakan sebagai agama yang menyelamatkan sebab memang ajaran keselamatan tersebut dijaga sangat kuat. Praktik kehidupan Nabi Muhammad saw menggambarkan tentang hal tersebut.
Jika pemeluk agama menghayati tentang betapa Islam menghargai perdamaian, maka saya yakin bahwa kekerasan atas nama agama tentu tidak akan ada di dunia ini. Hanya saja problemnya adalah masih ada sebagian kecil masyarakat yang menafsirkan ajaran agama dengan kekerasan.

B.      Kerukunan Agama Menurut Pribadi dan Agama yang Dianut
Menurut saya pribadi, kerukunan antar umat beragama di Indonesia perlu lebih dibenahi. Terkadang bukan hanya antar umat beragama melainkan berasal dari satu agama sendiri namun berbeda aliran. Masih ada beberapa lapisan yang masyrakat yang menghina agama lain bahkan ada yang melakukan kekerasan. Sangat memalukan, karena saya sendiri sebagai pemeluk agama Islam diajarkan untuk tidak melakukan tindak kekerasan terhadap makhluk hidup, baik sesama umat Islam ataupun bukan.
Kebenaran agama yang bersifat absolut di satu sisi, keyakinan dan klaim umat beragama bahwa agamanya yang paling benar di sisi yang lain memang menjadi potensi yang tidak kecil yang mengarah kepada  munculnya “konflik agama”, tetapi kedua sisi tersebut didesain bukan untuk memicu “konflik agama”, tetapi untuk melahirkan gaerah keagamaan bagi umat beragama. Bahkan Al-Qur’an melarang keras umat Islam melakukan tindakan-tindakan yang merendahkan agama lain, apalagi merugikan dan merusaknya.  Penjelasan ini terdapat dalam Al-Qur’an Surat Al-A’nam ayat 108 yang berbunyi: “ Dan janganlan kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melapaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitahukan kepada mereka apayang dahulu mereka kerjakan” .
 Dari uraian singkat di atas, penulis ingin kemukakan bahwa dalam perspektif Islam, kerukunan hidup beragama bukan sebatas dimaknai bagaimana perilaku keagamaan umat beragama tidak memicu lahirnya “konflik agama” yang secara konseptual direalisasikan dalam bentuk perilaku sosial, seperti menghormati agama orang lain dan tidak meng-Islam-kan secara paksa orang yang sudah beragama (QS. 109: 1-6), (QS.2:256), tetapi kerukunan dalam hidup beragama juga diartikan bahwa pemeluk agama non-Islam juga bagian dari umat Islam. Kerukunan dalam arti yang kedua ini teraktualisasi dalam konsep ukhwah wathaniyah dan ukhwah insaniah.
         
  Bahwa pemeluk agama non-Islam adalah sebagai bagian dari umat Islam sehingga disebut umatan wâhidah juga dapat dipahami dari Sabda Rasulullah yang berbunyi:” Barangsiapa yang mengganggu ( hadits lain “menyakiti ) kaum dzimmi, maka ia telah mengganggu aku (al-Hadits).
            Makna yang terkandung dalam hadits tersebut adalah bahwa di luar masalah teologi, kaum dzimmi tidak saja bagian umat Islam, bahkan bagian dari kehidupan Rasulullah. Rasululllah menilai bahwa kaum Dzimmi juga turut berperan mewujudkan “masyarakat madani” yang dirintis oleh Rasulullah sendiri. Maka mengganggu kaum Dzimmi, berarti menciderai atau merusak “masyakarat madani”. Di sini Rasulullah mengajarkan kepada kita bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, semua komponen-komponen masyarakat yang ada mempunyai andil yang tidak kecil dalam membangun sistem kehidupan. Maka rusaknya atau tidak berfungsinya salah satu komponen masyarakat, akan mengganggu atau bahkan merusak sistem kehidupan yang ada. Oleh karena itu, barangsiapa yang merusak suatu unsur dalam masyarakat yang sudah baik,  berarti secara tidak langsung ia telah merusak sistem kehidupan itu sendiri.
             Dalam hadits tersebut, Rasulullah seakan-akan ingin mengatakan bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, terjadi apa yang disebut dengan inter independensi, saling membutuhkan dan saling ada ketergantungan. Jika inter independensi menjadi sebuah prinsip dalam kehidupan bermasyarakat yang tidak boleh tidak harus dipegang teguh oleh setiap anggota dan komponen masyarakat, maka memahami arti “kerukunan hidup beragama” adalah bagaimana antarumat beragama dapat saling melindungi, memelihara dan mengamankan, bahkan dalam kondisi-kondisi tertentu mungkin dapat  meningkatkan sesuatu yang bersifat psikologis, sosiologis, profan-material duniawi yang dimiliki oleh setiap umat beragama.
Pemahaman “kerukunan hidup beragama” seperti ini akan bersifat aktif dan dinamis, seiring dengan dinamika kehidupan itu sendiri. Dan secara ontologis, pemahaman kerukuanan seperti itu juga besar kemungkinan dapat menyentuh persoalan-persoalan mendasar yang dihadapi oleh setiap umat beragama, seperti membangun struktur dan tata nilai kehidupan yang lebih beradab dan humanis.
Selanjutnya, konsep Ukhwah Insaniyah sebagai aktualisasi dari kekurukan yang termasuk dalam arti kedua dapat kita temukan dalam Sabda Rasulullah saw. yang disampaikan ketika beliau sedangkan menjalankan ibadah haji di ‘Arafah (Makkah) yang berbunyi: “ Wahai manusia, sesungguhnya jiwa, harta dan harga dirimu semua adalah mulia seperti mulia hari (‘Arafah) ini, tanah suci Makkah ini, dan bulan (haji) ini”.
Dalam hadits tersebut, Rasulullah mengawalinya dengan kata “wahai manusia” bukan dengan kata “ wahai orang-orang Islam atau orang-orang yang beriman”. Dalam hadits tersebut, tampak dengan jelas, bahwa Rasulullah mempunyai komitmen kemanusiaan yang bersifat universal dan sangat tinggi. Hal ini tampak jelas pada pandangan Nabi Muhammad yang secara tegas menyamakan kemuliaan jiwa dan harga diri manusia dengan kemulian tanah Suci Makkah dan bula Haji.























Bab III
Penutup

A.      Kesimpulan
Bahwa kerukunan antar umat beragama perlu ditingkatkan karena sebagai umat beragama kita harus saling membantu tanpa melihat agama, ras, suku bangsa, atau bahkan status sesama. Semua agama mengajarkan untuk saling membantu sesama demi menciptakan keadaan yang harmonis bagi bangsa ini ataupun dunia. Karena sesama manusia kita harus saling mengasihi, tanpa alasan. Bahkan masih ada orang yang memilih tak beragama karena tak mempercayai adanya Tuhan, tapi masih mampu menghargai orang orang yang beragama. Tentunya para kalangan yang masih menodai kerukunan beragama patut malu, karena seharusnya kita yang beragama mampu menghargai sesama makhluk Tuhan. Semoga makalah ini bisa membantu atau setidaknya mengingatkan kepada kita semua pentingnya kerukunan beragama.















Daftar Pustaka
http://nursyam.sunan-ampel.ac.id.
http://paiunud.blogspot.com/2011/10/kerukunan-hidup-beragama-dalam.html